Pengembangan Landfill Sampah Kota

Beberapa informasi perencanaan teknis yang perlu selalu dievaluasi adalah:
  • Rencana Tata Ruang Wilayah/Kota (RTRW/K) terkait dengan luas daerah pelayanan, manajemen persampahan, tata guna lahan, dan pertumbuhan jumlah penduduk
  • Estimasi jumlah dan fraksi sampah yang akan dilayani
  • Kondisi fisik dan lingkungan, khususnya: struktur geologi tanah, hidrogeologi tanah, kestabilan geoteknik, iklim dan curah hujan, ketersediaan tanah penutup, kondisi zone penyangga sekeliling landfill
Beberapa batasan yang digunakan pada lahan lokasi landfill sampah kota:
  • Sampah yang boleh masuk ke landfill sampah kota adalah sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, kegiatan pasar, kegiatan komersial, kegiatan perkantoran, institusi pendidikan, dan kegiatan lainnya yang menghasilkan limbah sejenis sampah kota.
  • Limbah yang berkategori B3 dilarang masuk ke jenis landfill ini, dan harus dikirim ke landfill limbah B3. Limbah B3 yang berasal dari kegiatan rumah tangga harus ditangani secara khusus sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan lokasi landfill ini hanya berfungsi sebagai tempat penampungan sementara. Limbah B3 rumah tangga dikelola dengan mengaktifkan fungsi pewadahan di TPS. Limbah tersebut kemudian diangkut ke sarana limbah B3.
  • Limbah yang dilarang diurug dalam landfill jenis ini:
    • Limbah cair yang berasal dari kegiatan rumah tangga
    • Limbah yang berkatagori B3 menurut PP 18/99jo PP85/99
    • Limbah medis dari kegiatan medis
  • Sampah yang masuk ke lokasi tidak seluruhnya diurug ke dalam area pengurugan. Proses lainnya sangat dianjurkan seperti daur-ulang dan pengomposan.
  • Selalu memperhatikan kecocokan metode operasi, apakah sanitary landfill atau controlled landfill, sesuai dengan kelayakan teknis dan pertimbangan sosial-ekonomis yang dikaitkan dengan besaran kota dan timbulan sampah kota.
  • Indonesia memperkenalkan konsep Controlled landfill sejak tahun 1990 -an, yaitu landfill yang lebih sederhana dibandingkan sanitary landfill.Controlled landfill dimaksudkan sebagai alternatif pengganti open dumping, yang diharapkan secara bertahap digantikan oleh landfill lebih baik, seperti sanitary landfill.
  • Pengoperasian dan pemeliharaan lahan, baik dengan controlled landfill maupun sanitary landfill, harus dapat menjamin fungsi:
    • Sistem pengumpulan dan pengolahan leachate
    • Penanganan gas metan
    • Pemeliharaan estetika sekitar lingkungan
    • Pengendalian vektor penyakit
    • Pelaksanaan keselamatan pekerja
    • Penanganan tanggap darurat bahaya kebakaran dan kelongsoran.
  • Dibutuhkan pengawasan dan pengendalian untuk meyakinkan bahwa setiap kegiatan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Data pemantauan di atas perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu laporan yang dengan mudah akan memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian dan pemeliharaan site.
2. KAPASITAS LANDFILL
Langkah awal dalam aplikasi landfilling adalah menentukan kapasitas fasilitas ini. Terdapat 2 langkah penentuan kapasitas:
  • Dalam proses pemilihan site, biasanya data yang diperoleh adalah luas calon lokasi. Berdasarkan hal tersebut dibutuhkan perkiraan masa layan calon tersebut.
  • Setelah sebuah site terpilih, maka dilakukan pengukuran fisik lahan tersebut, termasuk pengukuran topografi yang akurat. Data topografi beserta rencana pemanfaatan site akan menentukan secara lebih detail kapasitas site tersebut.
Kapasitas dalam proses pemilihan site:
Besaran kapasitas dalam fase ini dibutuhkan untuk membandingkan secara cepat sebuah site dengan site yang lain. Jumlah sampah yang akan dilayani dan akan masuk ke dalam fasilitas ini sebelumnya perlu dihitung dengan cepat, tanpa membutuhkan data yang akurat. Contoh pendekatan adalah:
  • Pelayanan sistem adalah untuk menangani sampah domestik, baik yang berasal dari rumah tangga, maupun dari non-rumah tangga, sehingga jumlah sampah dari daerah yang ditinjau = jumlah sampah rumah tangga + jumlah sampah non-rumah tangga
  • Jumlah sampah rumah tangga per-hari = jumlah populasi x satuan timbulan sampah per-hari oJumlah sampah total = faktor sumber sampah x jumlah sampah rumah tangga
  • Jumlah sampah yang akan diangkut ke sarana landfilling = faktor pelayanan x total jumlah sampah
  • Faktor sumber sampah adalah proporsi sampah sampah rumah tangga terhadap sampah total. Proporsi ini biasanya tergantung pada besaran kota. Tambah kecil sebuah kota, tambah besar porsi sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga, misalnya sampah di:
    • Jakarta = 45% dari total sampah kota
    • Bandung = 60% dari total sampah kota
    • Cianjur = 80% dari total sampah
  • Faktor pelayanan adalah kemampuan pengelola sampah mengangkut sampah yang dihasilkan menuju sarana landfilling. Besaran pelayanan ini biasanya diasumsi meningkat secara bertahap sampai mendekati pelayanan 100% dalam jangka waktu 10-20 tahun. Namun dalam perhitungan cepat ini diasumsi pelayanan konstan sebesar 60%
  • Jumlah populasi adalah berdasarkan data demografi setempat dengan batas daerah administrasi pelayanan yang telah ditentukan, misalnya sebuah kota, atau kecamatan- keca m atan yang dianggap membentuk sebuah kota
  • Satuan timbulan sampah adalah perkiraan jumlah sampah yang dihasilkan oleh setiap orang per-hari. Angka yang biasa digunakan adalah 3 L/orang/hari.
  • Andaikata faktor sumber sampah = 60%, maka jumlah sampah di daerah tersebut = jumlah sampah rumah tangga / 0.6
  • Sampah yang dihasilkan tentunya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan fasilitas lain yang menghasilkan sampah. Namun dalam perhitungan cepat ini dianggap tidak ada pertambahan jumlah sampah.
Dari perhitungan di atas misal diperoleh estimasi kasar sampah masuk = A m3/tahun
Kapasitas calon lokasi dihitung sederhana, dengan mengasumsi misalnya bila datar:
  • Bentuk area adalah segi-empat
  • Pengupasan maksimum ke bawah = 5 m
  • Bentuk kupasan ke bawah adalah piramida terpancung, dengan kemiringan 1:1
  • Penimbunan sampah ke atas maksimum = 20 m
  • Bentuk timbunan ke atas adalah piramida terpancung dengan kemiringan 1:3
Dari perhitungan di atas misal diperoleh total kapasitas area pengurugan tersedia = B m3
Asumsi selanjutnya adalah:
  • Densitas sampah di timbunan = 2 – 5 kali densitas sampah di sumber
  • Kebutuhan tanah penutup:
    • bila metode pengurugan adalah controlled landfill, maka kebutuhan tanah penutup = 3 % dari material yang akan ditimbun
    • bila metode pengurugan adalah dengan sanitary landfill, maka kebutuhan tanah penutup = 20% dari material yang akan ditimbun
  • Area pengurugan = 70% dari total area yang dibutuhkan
Perkiraan masa layan (tahun) =


Kapasitas dalam proses desain:
Dalam tahapan desain, dimana data yang dibutuhkan hendaknya didasarkan atas data survey dan pengukuran langsung, maka perhitungan di atas perlu dihitung kembali secara lebih teliti dan akurat. Beberapa informasi yang dibutuhkan diuraikan dalam Diktat Pengelolaan Sampah, antara lain dijelaskan di bawah ini.
Perhitungan sampah yang akan masuk ke area landfilling adalah sesuai rencana periode desain, yaitu:
  • Proyeksi penduduk di masa datang
  • Proyeksi fasilitas umum yang akan menghasilkan sampah di masa dating
  • Proyeksi satuan timbulan sampah yang dihitung berdasarkan atas data survey
  • Proyeksi % luas area yang akan terjangkau pelayanan, yang mencakup % proyeksi penduduk dan % fasilitas umum yang akan dilayani
Timbulan sampah yang dihasilkan dari sebuah kota dapat diperoleh dengan survey pengukuran atau analisa langsung di lapangan, yaitu:
  • Mengukur langsung satuan timbulan sampah dari sejumlah sampel (rumah tangga dan non­rumah tanga) yang ditentukan secara random-proporsional di sumber selama 8 hari berturut- tu rut (SNI 19-3964-1995 dan SNI M 36-1991-03)
  • Load-count analysis: Mengukur jumlah (berat dan/atau volume) sampah yang masuk ke TPS, misalnya diangkut dengan gerobak, selama 8 hari berturut-turut. Dengan melacak jumlah dan jenis penghasil sampah yang dilayani oleh gerobak yang mengumpulkan sampah tersebut, akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekivalensi penduduk
  • Weigh-volume analysis: bila tersedia jembatan timbang, maka jumlah sampah yang masuk ke fasilitas penerima sampah akan dapat diketahui dengan mudah dari waktu ke waktu. Jumlah sampah sampah harian kemudian digabung dengan perkiraan area yang layanan, dimana data penduduk dan sarana umum terlayani dapat dicari, maka akan diperoleh satuan timbulan sampah per-ekuivalensi penduduk
  • Material balance analysis: merupakan analisa yang lebih mendasar, dengan menganalisa secara cermat aliran bahan masuk, aliran bahan yang hilang dalam system, dan aliran bahan yang menjadi sampah dari sebuah sistem yang ditentukan batas-batasnya (system boundary)
Dari informasi di atas, maka data perhitungan akan lebih mudah ditampilkan dalam sebuah tabel proyeksi sampah yang akan masuk ke fasilitas landfilling. Penjelasan tabel tersebut adalah:
  • Proyeksi jumlah penduduk dan satuan timbulan ekuivalensi penduduk, akan diperoleh proyeksi jumlah sampah yang dihasilkan dari tahun ke tahun, baik dalam satuan volume maupun satuan berat
  • Persen layanan yang ditetapkan, maka akan diperoleh proyeksi jumlah sampah yang akan masuk ke area landfill dari tahun ke tahun.
  • Bilamana tersedia informasi, perlu dipertimbangkan pengurangan jumlah sampah yang harus diangkut karena adanya aktivitas 3R di kota tersebut., atau karena adanya rencana pengolahan sampah sebelum diangkut ke area landfiilng. Yang perlu ditambahkan pada jumlah sampah yang akan diangkut ke area landfill adalah jumlah residu hasil 3R atau pengolahan.
  • Sampah dan residu yang masuk ke sarana landfill tersebut kemungkinan tidak seluruhnya menuju area pengurugan. Misalnya dilakukan upaya pengomposan atau insinerasi terhadap sebagian sampah yang masuk. Dengan demikian, akan diperoleh jumlah sampah (volume dan berat) yang akhirnya akan diurug.
  • Tergantung pada jenis landfill yang akan diterapkan, maka total volume (dan berat) bahan (sampah, residu dan tanah penutup) yang akan diurug, dengan memperhitungkan faktor densitas dapat diproyeksikan dari tahun ke tahun.
  • Faktor densitas perlu dimasukkan dalam perhitungan ini, karena volume sampah akan berubah sejalan dengan perubahan lokasi, wadah dan perlakuan yang digunakan. Biasanaya densitas yang digunakan adalah:
    • Sampah diukur di sumber = 0,1 – 0,2 ton/m3
    • Sampah diukur di gerobak = 0,2 – 0,3 ton/m3
    • Sampah di truk = 0,3 – 0,4 ton/m3
    • Bahan urugan di landfill dengan dozer biasa = 0,4 – 0,6 ton/m3
    • Bahan urugan di landfill dengan compactor = 1 ton/m3
  • Faktor degradasi yang dapat menyebabkan adanya setlement dapat dipertimbangkan untuk dimasukkan. Tetapi ada pendapat bahwa faktor ini sebaiknya tidak dimasukkan, mengingat bahwa:
    • Bio-degradasi yang terjadi adalah tidak merata pada seluruh massa yang ditimbun, dan terjadi di bawah timbunan, sehingga settlement yang terjadipun dianggap tidak akan merata di seluruh bidang permukaan landfill
    • Adanya penurunan permukaan yang bersifat setempat tersebut pada sebuah landfill yang dioperasikan secara baik perlu dihindari, dengan menambah tanah penutup pada titik tersebut. Dengan demikian, permukaan landfill tetap mempunyai slope yang baik untuk aliran run-off, dan dicegah adanya genangan setempat yang berpotensi menambah infiltrasi air permukaan ke dalam timbunan landfill.
  • Pada kolom akhir dari tabel ini, akan diperoleh kumulasi jumlah bahan yang akan diurug dari tahun ke tahun sesuai periode desain yang ditentukan.
Dari rancangan pemanfaatan site yang didasarkan atas peta topografi yang akurat (garis ketinggian atau kontur paling tidak 0,5 m), maka akan diperoleh skenario pengurugan atau penimbunan sampah lapis-per-lapis, mulai dari kedalaman dasar urugan rencana sampai ketinggian penimbunan rencana. Skenario ketinggian urugan atau timbunan sampah biasanya dibagi atas dasar ketinggian acuan 5 m (1 lift) per lapisan. Dengan skenario tersebut, luas masing-masing layer dapat dihitung, misalnya dengan membaginya berdasarkan grid-grid dengan luas yang sama, sehingga diperoleh tabel perhitungan kapasitas volume sebagai tercantum dalam tabel 1 di bawah ini:
No lift Elevasi Luas area per- kontur (m2) Rata-rata luas (m2) Kapasitas per -lift (m3) Kapasitas kumulasi (m3)

+



1





+



2





+



3





+






















+



N



N m3

+



Nilai N tersebut kemudian di cocokkan dengan nilai kumulasi jumlah bahan yang akan ditimbun, dengan ketentuan bahwa N harus terletak pada tahun dimana nilai N > nilai kumulasi yang tercantum dalam tabel perhitungan. Dengan dengan demikian perkiraan masa layan landfill tersebut dapat diperkirakan.

3 KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA
Di Indonesia dikenal konsep controlled landfill sejak tahun 1990-an, yaitu metode perbaikan open dumping sebelum mampu mengoperasikan pengurugan sampah deangan sanitary landfill. Perbadaan antara kedua metode tersebut terlihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 : Perbedaan controlled landfill dengan sanitary landfill
No Parameter Controlled landfill Sanitary landfill
A PROTEKSI TERHADAP LINGKUNGAN
1 Dasar landfill menuju suatu titik tertentu Tanah setempat dipadatkan, liner dasar dengan tanah permeabilitas rendah, dipadatkan 2 x 25 cm, bila perlu gunakan geomembran HDPE Tanah setempat dipadatkan, liner dengan tanah permeabilitas rendah, dipadatkan 3 x 25 cm, bila diperlukan gunakan geomembran HDPE
2 Karpet kerikil minimum 20 cm Dianjurkan Diharuskan
3 Pasir pelindung minimum 20 cm Dianjurkan Diharuskan
4 Drainase / tanggul keliling Diharuskan Diharuskan
5 Drainase lokal Diharuskan Diharuskan
6 Pengumpul lindi Minimal saluran kerikil Sistem saluran dan pipa perforasi
7 Kolam penampung lindi Diharuskan Diharuskan
8 Resirkulasi lindi Dianjurkan Diharuskan
9 Pengolah lindi Kolam-kolam stabilisasi Pengolahan biologis, bila perlu ditambah pengolahan kimia, dan landtreatment
10 Sumur pantau Minimum 1 hulu dan 1 hilir sesuai arah aliran air tanah Minimum 1 hulu, 2 hilir dan 1 unit di luar lokasi sesuai arah aliran air tanah
11 Ventilasi gas Miminimum dengan kerikil horizontal – vertikal Sistem vertikal dengan beronjog kerikil dan pipa, karpet kerikil setiap 5 m lapisan, dihubungkan dengan perpipaan recovery gas
12 Jalur hijau penyangga Diharuskan Diharuskan
13 Tanah penutup rutin Minimum setiap 7 hari Setiap hari
14 Sistem penutup antara Bila tidak digunakan lebih dari 1 bulan Bila tidak digunakan lebih dari 1 bulan, dan setiap mencapai ketinggian lapisan 5 m
15 Sistem penutup final Minimum tanah kedap 20 cm, ditambah sub-drainase air- permukaan, ditambah top-soil Sistem terpadu dengan lapisan kedap, sub-drainase air‑ permukaan, pelindung, karpet penangkap gas, bila perlu dengan geosintetis, diakhiri dengan top-soi l minimum 60 cm
16 Pengendali vektor dan bau Diharuskan Diharuskan
B PENGOPERASIAN LANDFILL
1 Alat berat Dozer dan loader, dianjurkan dilengkapi excavator Dozer, loader dan excavator
2 Transportasi lokal Dianjurkan Diharuskan
3 Cadangan bahan baker Diharuskan Diharuskan
4 Cadangan insktisida Diharuskan Diharuskan
5 Pelataran unloading dan manuver Diharuskan Diharuskan
6 Jalan operasi utama Diharuskan Diharuskan
7 Jalan operasi dalam area Diharuskan Diharuskan
8 Jembatan timbang Diharuskan Diharuskan
9 Ruang registrasi Diharuskan, minimum manual Diharuskan, digital
10 Laboratorium air Dianjurkan Diharuskan
Disamping itu sarana lain yang diperlukan antara lain: papan nama, pagar dan pintu gerbang dilengkapi rumah jaga, kantor operasi, garasi alat berat, bengkel dan garasi alat berat, sarana pemadam kebakaran, pelataran cuci truk sampah, penyediaan air bersih, listrik, alat komunikasi, area transit limbah B3, kamar mandi/WC. Guna kelancaran operasi, dibutuhkan tenaga yang cukup terdidik dan trampil untuk posisi Kepala/ Penanggung Jawab Sarana (minimal pendidikan D3), petugas registrasi, pengawas operasi, tehnisi, analis kimia, supir alat berat dan penjaga keamanan. Bila lokasi ini juga digunakan sebagai lokasi pemerosesan sampah, seperti pengomposan, insinerator maka dibutuhkan infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan.
Cakupan pelaksanaan kegiatan operasi dan pemeliharaan landfill sampah kota meliputi:
  • Pembuatan rencana tindak rutin penanganan sampah dalam area pengurugan serta yang terkait dengan pengoperasian sarana dan prasarana lain
  • Kegiatan konstruksi dan pemasangan berjalan sistem pelapis dasar dan sistem ventilasi gas
  • Konstruksi sistem pengumpul lindi
  • Pemasangan sistem penangkap gas
  • Pengaturan dan pencatatan sampah yang masuk ke lokasi
  • Pengurugan sampah pada bidang kerja
  • Aplikasi tanah penutup
  • Pengoperasian unit pengolahan leachate
  • Pemeliharaan area/sel yang sudah dikerjakan
  • Pengoperasian dan pemeliharaan sarana, khususnya alat-alat berat, prasarana, sarana dan utilitas lain
  • Pemantauan lingkungan dan operasi sesuai ketentuan
  • Pemantauan rutin terhadap berfungsinya sarana dan prasarana yang ada
Manajemen operasi dan pemeliharaan landfill meliputi penetapan manajemen operasi, pelaksanaan monitoring, penyusunan dan pengendalian rencana tindak. Beberapa hal yang perlu difahami adalah:
  • Setting organisasi dan manajemen adalah sebagai berikut:
    • Evaluasi secara periodik diperlukan untuk menjamin kapasitas dan dukungan sumber daya yang cukup memadai untuk melaksanakan operasi dan pemeliharaan sesuai dengan disain dan periode pengoperasian
    • Penyiapan dan pelaksanaan monitoring untuk memantau, mengukur dan mencatat indikator-indikator operasi dan pemeliharaan, melaksanakan tindak tanggap darurat bila diperlukan demi keselamatan pekerja dan mitigasi untuk mencegah dan meminimasi dampak negatif terhadap lingkungan.
  • Secara periodik Penanggung Jawab sarana melakukan pertemuan teknis dengan stafnya untuk membahas rencana operasi rutin.
  • Bila diperlukan, dilakukan pembuatan gambar kerja baru untuk memodivikasi gambar kerja
  • induk yang tersedia guna menyesuaikan dengan perkembangan di lapangan. Melaksanakan pekerjaan konstruksi lapisan dasar landfill secara bertahap sesuai dengan rencana/urutan.
  • Menetapan agar blok/zone aktif pertama adalah yang terdekat dengan pengolah leachate. oPenggunaan bahan dan pemasangannya dalam konstruksi berjalan harus didasarkan atas desain, spesifikasi dan SOP yang telah dibuat dalam tahap desain sarana tersebut.
  • Bila apa yang dipasang tidak sesuai dengan gambar desain, maka perlu dibuat kembali as-built drawing diserta informasi spesifikasi teknis lainnya.
  • Pemilihan dan penetapan metode pengurugan dan pengerjaan sel sampah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Spesifikasi teknis bahan yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan konstruksi berjalan selama periode operasi dan pemeliharaan adalah sesuai dengan spesifikasi teknis untuk pelaksanaan pembangunan menurut desain awal dari sarana ini, dan sesuai dengan metode yang dipilih.
  • Seperti halnya program pemeliharaan yang lazim, maka sesuai tahapannya perlu diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan rutin. Pemeliharaan korektif dimaksudkan untuk segera melakukan perbaikan kerusakan-kerusakan kecil agar tidak berkembang menjadi besar dan kompleks.
4 PENYIAPAN SARANA DAN PRASARANA
Site yang tersedia tidak seluruhnya akan digunakan untuk mengurug atau menimbun sampah. Area tersedia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok (Gambar 4.1), yaitu:
  • Area untuk menunjang operasional penanganan sampah di lokasi. Sarana-prasarana yang perlu disiapkan sebelum fasilitas ini difungsikan adalah seperti:
    • Jalan akses, jalan operasi, kantor, jembatan timbang, rumah jaga, garasi alat berat, bengkel, pelataran cuci truk sampah, penyediaan air bersih, listrik, area transit limbah B3, area daur-ulang/pengomposan, kamar mandi/WC
    • Pengolah lindi
    • Drainase sekeliling site untuk mencegah masuknya air limpasan dari luar loaksi
    • Drainase sekeliling area efektif pengurugan untuk mencegah masuknya aliran limpasan dari site ini ke dalam area pengurugan
    • Jalur hijau sekeliling site
  • Area yang diperuntukkan untuk pengurugan dan penimbunan sampah, atau area efektif pengurugan. Pekerjaan terkait dengan prasarana fisik yang perlu disiapkan secara bertahap (konstruksi berjalan) sesuai dengan perkembangan pengunaan area atau sesuai dengan perkembangan tinggi timbunan sampah adalah:
    • Pembagian area dan bilamana diperllukan dilakukan pekerjaan pembangunan batas area atau tanggul penahan sampah
    • Pengupasan site agar memungkinkan peletakan liner secara baik
    • Pemasangan sistem pelapis dasar (liner)
    • Pemasangan sistem penangkap dan pengumpul lindi
    • Penyiapan drainase lokal untuk mencegah air masuk ke area aktif pengurugan
    • Pengurugan dan penimbunan sampah lapis-per-lapis
    • Pemasangan sistem penangkap dan pengumpul gasbio baik horizontal maupun vertikal
    • Pemasangan tanah penutup harian, tanah penutup antara dan tanah penutup final.
Gambar 4.1: Pembagian lahan tersedia

Pembagian Area Efektif Pengurugan:
Lahan area efektif pengurugan dapat digambarkan sebagai berikut:
  • Lahan area efektif untuk pengurugan sampah dibagi menjadi beberapa zone, yang merupakan penahapan pemanfaatan lahan, biasanya dibatasi dengan jalan operasi atau penanda operasional lain, seperti tanggul pembatas, atau sistem pengumpul lindi. Zone operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang digunakan untuk jangka waktu panjang misalnya 1 –3 tahun.
  • Lahan efektif selanjutnya dapat dibagi dalam sub -zone, atau blok operasi dengan lebar masing-masing sekitar 25 m. Setiap bagian tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa strip.Pengurugan sampah harian dilakukan pada stripyang ditentukan, yang disebut working face. Setiap working face biasanya mempunyai lebar maksimum 25 m, yang merupakan lebar sel sampah.
  • Blok operasi merupakan bagian dari lahan landfill yang digunakan untuk penimbunan sampah selama periode operasi jangka menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Luas blok operasi sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi.
  • Pengurugan sampah pada :
    • Sanitary landfill : sampah disebar dan dipadatkan lapis per-lapis sampai ketebalan sekitar 1,50 m yang terdiri dari lapisan-lapisan sampah setebal sekitar 0,5 m yang dapat digilas dengan steel wheel compactor atau buldozer paling tidak sebanyak 4 sampai 6 gilasan. Setiap hari ditutup oleh tanah penutup setebal minimum 15 cm, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk 3 (tiga) lapisan, timbunan tersebut kemudian ditutup dengan tanah penutup antara setebal minimum 30 cm. Tinggi lapisan setinggi sekitar 5 m disebut sebagi 1 lift, dengan kemiringan talud sel maksimum 1 : 3.
    • Controlled landfill: sampah disebar dan dipadatkan lapis per-lapis sampai ketebalan sekitar 4,50 m yang terdiri dari lapisan-lapisan sampah setebal sekitar 0,5 m yang digilas dengan buldozer paling tidak sebanyak 3 sampai 5 gilasan, sehingga menjadi sel-sel sampah. Setelah terbentuk ketinggian tersebut, timbunan kemudian ditutup dengan tanah penutup antara setebal minimum 20 cm. Tinggi tinggi lapisan setinggi sekitar 5 m disebut sebagi 1 lift.
    • Di atas timbunan sampah dalam bentuk lift tersebut kemudian diurug sampah baru, membentuk ketinggian seperti dijelaskan di muka. Bila pengurugan sampah dilakukan dengan metode area, maka untuk memperkuat kestabilan timbunan, batas antara 2 lift tersebut dibuat terasering selebar 3 –5 m.
  • Lebar sel berkisar antara 1,5 –3 lebar blade alat berat agar manuver alat berat dapat lebih efisien. Panjang sel dihitung berdasarkan volume sampah yang akan diurug pada hari itu dibagi dengan lebar dan tebal sel. Batas sel dan elevasi sel-sel urugan harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok atau tanda lain agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
  • Guna memudahkan masuknya truk pengangkut sampah ke titik penuangan, maka dibuat jalan semi-permanen antar lift, dengan maksimum kemiringan jalan 5%.
  • Untuk mencegah terjadinya erosi air permukaan, maka dibuat drainase pelindung penggerusan menuju titik di bawahnya.
  • Pelapisan lahan diprioritaskan dimulai dari lembah (lajur utama pipa lindi). Pelapisan berikutnya adalah di bagian kemiringan dinding sesuai dengan naiknya lift timbunan sampah.
Gambar 4.2. Pembagian area efektif pengurugan
Sistem Pelapis Dasar (Liner):
Beberapa hal yang terkait dengan pemasangan sistem pelapis dasar adalah:
  • Perlu meneliti kembali kedalaman muka air tanah pada musim hujan terhadap lapisan dasar landfill, yaitu minimum 3 meter sebelum tanah dasar dikupas dan dipadatkan.
  • Tanah dasar dipadatkan dengan alat berat, dan menarahkan kemiringan dasar menuju sistem pengumpulleachate. Prinsip pelapis dasar adalah:
    • Tidak tergerus selama menunggu penggunaan, seperti terpapar hujan dan panas
    • Tidak tergerus akibat operasi rutin, khususnya akibat truk pengangkut sampah dan operasi alat berat yang lalu di atasnya
    • Sampah halus tidak ikut terbawa ke dalam sistem pengumpul lindi, dan tetap memungkinkan lindi mengalir dan terarah ke bawahnya.
  • Bila menggunakan tanah liat, perlu melakukan pemadatan lapis-perlapis sampai mencapai kepadatan proctor 95%. Kelulusan minimal dari campuran tanah tersebut diharapkan mempunyai nilai maksimum 1 x 10-7cm/det. Kriteria khusus lainnya adalah:
    • Sanitary landfill, yang terdiri dari (Gambar 4.3):
      • Ketebalan lapisan minimum 3 x 25 cm
      • Lapisan tanah pelindung setebal minimum 30 cm
      • Di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan penghalang dari geotekstil atau anyaman bambu, yang menghalangi tanah pelindung dengan media penangkap lindi
      • Media karpet kerikil penangkap lindi setebal minimum 15 cm, menyatu dengan saluran pengumpul lindi berupa media kerikil berdiameter minimum 50 mm, tebal minimum 20 cm yang mengelilingi pipa perforasi minium 8 mm, berdiameter minimal 300 mm. Jarak antar lubang (perforasi) adalah 5 cm.
  • Controlled landfill, yang terdiri dari (Gambar 4.4):
    • Ketebalan lapisan minimum 2 x 30 cm
    • Lapisan tanah pelindung setebal minimum 30 cm
    • Di bawah lapisan tersebut terdapat lapisan penghalang dari anyaman bambu, yang menghalangi tanah pelindung dengan media penangkap lindi
    • Media karpet kerikil penangkap lindi setebal minimum 15 cm, menyatu dengan saluran pengumpul lindi berupa media kerikil berdiameter minimum 50 mm, tebal minimum 20 cm.
  • Melakukan pengukuran kemiringan lapisan dasar yaitu sekitar 1-2 % ke arah alur pengumpulan/pengolahan leachate.
  • Bila menurut desain perlu digunakan geosintetis seperti geomembran, geotekstil, non­woven, geonet, dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan, dan dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.
Gambar 4.3. Lapisan dasar sanitary landfill
Gambar 4.4. Lapisan dasar controlled landfill
Under-Drain Pengumpul Lindi (Leachate):
Sistem drainase lindi memegang peranan penting agar tidak terjadi kumulasi air sampah di dasar landfill, yang menambah potensi perkolasi lindi ke dalam air tanah. Pada pengembangan landfill yang baik, sistem drainase ini merupakan satu kesatuan dengan sistem gas. Pada sistem landfill semi-aerobik, sistem drainase ini akan berfungsi ganda, yaitu mengalirkan lindi secara cepat ke penampung, dan bila saat kosong akan berfungsi sebagai saluran pemasok udara menuju vetilasi gas vertikal. Beberapa petunjuk yang sifatnya praktis adalah:
  • Teliti kembali pola pemasangan sistem under-drain tersebut sesuai dengan dengan perencanaan, yaitu dapat berupa pola tulang ikan atau pola lurus
  • Teliti kembali dan kalau perlu revisi desain jaringan underdrain penangkap dan pengumpulan leachate agar fungsinya tercapai.
  • Kemiringan saluran pengumpul lindi antara 1 – 2 % dengan pengaliran secara gravitasi menuju instalasi pengolah lindi (IPL)
  • Sistem penangkap lindi diarahkan menuju pipa berdiamter minimum 300 mm, atau saluran pengumpul lindi. Sebaiknya pertemuan antar pipa penangkap dengan pipa pengumpul dibuat bak kontrol (juction-box), yang dihubungkan dengan sistem ventilisasi vertikal penangkap atau pengumpul gas (Gambar 4.5)
Pemasangan Sistem Penanganan Gas:
Sistem penangkap dan pengumpul gas merupakan kelengkapan dari sebuah landfill, khususnya landfill yang menerima limbah yang biodegradabel seperti sampah kota. Kehadiran gasbio pada landfill sampah kota sulit dihindari, sekalipun dioperasikan mendekati sistem aerobik. Kehadiran gas metan menjadi perhatian, khususnya terkait dengan gas rumah kaca dan pemanasan global. Gas bio yang dihasilkan harus dievakuasi agar tidak terakum ulasi dalam sistem landfill, yang dapat mendatangkan persoalan, seperti terjadinya ledakan akibat campuran gas metan dengan udara pada proporsi tertentu, terakumulasinya gas karbon pada bagian bawah. Pembakaran gasbio melalui gas flare merupakan pilihan yang paling sederhana, sedangkan recovery dan pemurnian gas metan untuk dimanfaatkan merupakan pilihan yang menguntungkan sebagai sumber enersi alternatif.
 
Gambar 4.5. Sistem drainase lindi (leachate)
Beberapa hal yang terkait dengan pemasangan sistem penanganan gas adalah:
  • Gas yang ditimbulkan dari proses degradasi tersebut harus dikontrol di tempat agar tidak mengganggu kesehatan pegawai, orang yang menggunakan fasilitas landfill serta penduduk sekitarnya.
  • Gas hasil biodegradasi tersebut dicegah mengalir secara literal dari lokasi pengurugan menuju daerah sekitarnya.
  • Setiap 1 tahun sekali dilakukan pengambilan sampel gas-bio pada 2 titik yang berbeda, dan dianalisa terhadap kandungan CO2 dan CH4.
  • Pada sistem sanitary landfill, gasbio harus dialirkan ke udara terbuka melalui ventilasi sistem penangkap gas, lalu dibakar pada gas-flare. Sangat dianjurkan menangkap gasbio tersebut untuk dimanfaatkan.
  • Pada sistem controlled landfill, gasbio dapat dialirkan ke udara terbuka melalui ventilasi sistem penangkap gas, sedemikian sehingga tidak berakumulasi yang dapat menimbulkan ledakan atau bahaya toksik lainnya. Pembakaran atau pemanfaatan gasbio tersebut sangat dianjurkan.
  • Pemasangan penangkap gas sangat dianjurkan dimulai dari saat lahan-urug tersebut dioperasikan, dengan demikian metode penangkapannya dapat disesuaikan
  • Metode untuk membatasi dan menangkap pergerakan gas, khususnya pada landfill yang sudah tidak difungsikan, adalah:
    • Menempatkan materi impermeabel pada atau di luar perbatasan landfill untuk menghalangi aliran gas
    • Menempatkan materi granular pada atau di luar perbatasan landfill (perimeter) untuk penyaluran dan atau pengumpulan gas
    • Pembuatan sistem ventilasi penagkap gas di dalam lokasi urugan sampah di landfill tersebut
  • Sistem penangkap gas dapat berupa :
    • Ventilasi horizontal: yang bertujuan untuk menangkap aliran gas dalam dari satu sel atau lapisan sampah
    • Vantilasi vertikal: merupakan ventilasi yang mengarahkan dan mengalirkan gas yang terbentuk ke atas
    • Ventilasi akhir: merupakan ventil asi yang dibangun pada saat timbunan akhir sudah terbentuk, yang dapat dihubungkan pada pembakar gas (gas-flare) atau dihubungkan dengan sarana pengumpul gas untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Perlu difahami bahwa potensi gas pada timbunan ini mungkin sudah mengecil sehingga mungkin tidak mampu untuk digunakan dalam operasi rutin.
  • Timbulan gas harus dimonitor dan dikontrol sesuai dengan perkiraan umurnya. Beberapa kriteria desain perpipaan vertikal pipa biogas :
    • Pipa gas dengan casing PVC atau PE: 100 -150 mm
    • Lubang bor berisi kerikil: 40 – 100 cm
    • Perforasi: 8 – 12 mm
    • Kedalaman: mencapai 80% dari kedalaman timbunan
5 OPERASI SAMPAH YANG MASUK
Penanganan sampah:
  • Kegiatan operasi pengurugan dan penimbunan pada area pengurugan sampah secara berurutan meliputi :
    • Penerimaan sampah di pos pengendalian, dimana sampah diperiksa, dicatat dan diarahkan menuju area lokasi penuangan
    • Pengangkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan dilakukan sesuai rute yang diperintahkan
    • Pembongkaran sampah dilakukan di titik bongkar yang telah ditentukan dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas
    • Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis-per-lapis agar tercapai kepadatan optimum yang diinginkan
    • Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat menyangga lapisan berikutnya Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi sanitary atau controlled landfill.
  • Setiap truk pengangkut sampah yang masuk ke TPA membawa sampah harus melalui petugas registrasi guna dicatat jumlah, jenis dan sumbernya serta tanggal waktu pemasukan. Petugas berkewajiban menolak sampah yang dibawa dan akan diproses di TPA bila tidak sesuai ketentuan.
  • Mencatat secara rutin jumlah sampah yang masuk dalam satuan volume (m3) dalam satuan berat (ton) per hari. Pencatatan dilakukan secara praktis di jembatan timbang/pos jaga dengan mengurangi berat truk masuk (isi) dengan berat truk keluar TPA (kosong).
  • Pemerosesan sampah masuk di TPA dapat terdiri dari :
    • Menuju area pengurugan untuk diurug, atau
    • Menuju area pemerosesan lain selain pengurugan, atau
    • Menuju area transit untuk diangkut ke luar TPA.
  • Pemulung ataupun kegiatan peternakan di lokasi TPA dan sekitarnya tidak dilarang, tetapi sebaiknya dikendalikan oleh suatu peraturan untuk ketertiban kegiatan tersebut.
Pengurugan Sampah:
  • Sampah yang akan diproses dengan pengurugan atau penimbunan setelah didata akan dibawa menuju tempat pengurugan yang telah ditentukan. Dilarang menuang sampah di mana saja kecuali di tempat yang telah ditentukan oleh pengawas lapangan. Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada pengemudi truk agar mereka membuang pada titik yang benar sehingga proses berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien.
  • Titik bongkar umumnya diletakkan di tepi sel yang sedang dioperasikan dan berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah mencapainya. Titik bongkar yang baik kadang sulit dicapai pada saat hari hujan akibat licinnya jalan kerja. Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggung jawab lokasi agar tidak terjadi.
  • Jumlah titik bongkar pada setiap sel ditentukan oleh beberapa faktor :
    • Lebarsel
    • Waktu bongkar rata-rata
    • Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak.
  • Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang datang dapat segera mencapai titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar efisiensi kendaran dapat dicapai.
  • Sampah yang dibawa ke area pengurugan kemudian dituangkan secara teratur sesuai arahan petugas lapangan di area kerja aktif (working face area) yang tersedia.
  • Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat. Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik.
  • Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi, perataan dan pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya akan kurang efisien dilakukan.
  • Pada TPA dengan frekuensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik, misalnya pagi dan siang.
  • Setelah sebuah truk melaksanakan tugasnya, maka alat angkut tersebut dicuci, paling tidak dengan membersihkan bak dan roda truk agar sampah yang melekat tidak terbawa ke luar lokasi operasi. Bilasan pencucian ini dialirkan menuju pengolah lindi, atau dikembalikan ke urugan sampah.
Aplikasi Tanah Penutup:
  • Jenis, frekuensi, dan ketebalan tanah penutup reguler pada sel -sel urugan/timbunan sampah seperti telah diuraikan bagian di atas.
  • Padatkan tanah penutup reguler dengan alat berat, dan arahkan kemiringan dasar menuju pengumpul aliran drainase. Upayakan agar air run -off ini tidak bercampur dengan saluran penampung lindi yang keluar secara lateral.
  • Penutupan sampah dengan tanah serta proses pemadatannya dilakukan secara bertahap sel demi sel, sehingga setelah sel lapisan pertama selesai maka dapat dilanjutkan dengan membuat lapisan selanjutnya di atasnya.
  • Lapisan tanah penutup hendaknya :
    • Tidak tergerus selama menunggu penggunaan, seperti tergerus hujan, tergerus akibat operasi rutin, khususnya akibat truk pengangkut sampah dan operasi alat berat yang lalu di atasnya
    • Mempunyai kemiringan menuju titik pengumpulan.
  • Sistem penutup akhir pada sanitary landfill (Gambar 4.5) terdiri atas beberapa lapis, yaitu berturut-turut dari bawah ke atas :
    • Di atas timbunan sampah : lapisan tanah penutup reguler (harian atau antara). Bila sel harian tidak akan dilanjutkan untuk jangka waktu lebih dari 1 bulan, maka dibutuhkan penutup antara setebal 30 cm dengan pemadatan
    • Lapisan karpet kerikil berdiameter 30 – 50 mm sebagai penangkap gas horizontal setebal 20 cm, yang berhubungan dengan perpipaan penangkap gas vertikal
    • Lapisan tanah liat setabal 20 cm dengan permeabilitas maksimum sebesar 1 x 10-7 cm/det
    • Lapisan karpet kerikil under-drain penangkap air infiltrasi terdiri dari media kerikil berdiameter 30 – 50 mm setebal 20 cm, menuju sistem drainase. Bilamana diperlukan di atasnya dipasang lapisan geotekstil untuk mencegah masuknya tanah di atasnya
    • Lapisan tanah humus setebal minimum 60 cm.
  • Sistem penutup akhir pada controlled landfill (Gambar 4.5) terdiri atas beberapa lapis, yaitu berturut-turut dari bawah ke atas :
    • Di atas timbunan sampah: lapisan tanah penutup reguler (harian atau antara)
    • Lapisan tanah liat setabal 20 cm dengan permeabilitas maksimum sebesar 1 x 10-7 cm/det
    • Lapisan tanah humus setebal minimum 60 cm
  • Bila menurut desain perlu digunakan geotekstil dan sebagainya, pemasangan bahan ini hendaknya disesuaikan spesifikasi teknis yang telah direncanakan, dan dilaksanakan oleh kontraktor yang berpengalaman dalam bidang ini.
  • Kemiringan tanah penutup akhir hendaknya mempunyai grading dengan kemiringan maksimum 1 : 3 untuk menghindari terjadinya erosi.
  • Kemiringan dan kondisi tanah penutup harus dikontrol setiap hari untuk menjamin peran dan fungsinya, bilamana perlu dilakukan penambahan dan perbaikan pada lapisan ini.
  • Dalam kondisi sulit mendapatkan tanah penutup, dapat digunakan reruntuhan bangunan, sampah lama atau kompos, debu sapuan jalan, hasil pembersihan saluran sebagai pengganti tanah penutup.
  • Penutup akhir diaplikasikan pada setiap area pengurugan yang tidak akan digunakan lagi lebih dari 1 tahun. Ketebalan tanah penutup final ini paling tidak 60 cm.
  • Pada area yang telah dilaksanakan penutupan final diharuskan ditanami pohon yang sesuai dengan kondisi daerah setempat.

Penutup (Cover) Controlled Landfill
Penutup (Cover) Sanitary Landfill
Gambar 4.6. Sistem Penutup pada Controlled Landfill dan Sanitary Landfill
6 PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN ALAT-ALAT BERAT TPA
  • Kebutuhan alat berat untuk sebuah TPA akan bervariasi sesuai dengan perhitungan desain dari sarana landfill ini.
  • Alat berat yang digunakan untuk operasi pengurugan sampah hendaknya selalu siap untuk dioperasikan setiap hari. Katalog dan tata-cara pemeliharaan harus tersedia di lapangan dan diketahui secara baik oleh petugas yang diberi tugas.
  • Lakukan inventarisasi dan teliti kembali spesifikasi teknis dan fungsi alat-alat berat yang tersedia :
    • Loader atau bulldozer (120 – 300 HP) atau landfill compactor (200 – 400 HP) berfungsi untuk mendorong, menyebarkan, menggilas/memadatkan lapisan sampah.
    • Gunakan blade sesuai spesifikasi pabrik guna memenuhi kebutuhan kapasitas aktivitas
    • Excavator untuk penggalian dan peletakan tanah penutup ataupun memindahkan sampah dengan spesifikasi yang disyaratkan dengan bucket 0,5 – 1,5 m3
    • Dump truck untuk mengangkut tanah penutup (bila diperlukan) dengan volume 8 – 12 m3 .
  • Penggunaan dan pemeliharaan alat-alat berat harus sesuai dengan spesifikasi teknis dan rekomendasi fabrik. Karena alat-alat berat tersebut pada dasarnya digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan teknik sipil, maka penggunaan pada sampah akan mengakibatkan terjadinya korosi yang berlebihan atau bantalan/sepatu wheel atau bulldozer macet karena terselip potongan jenis sampah tertentu yang diurug. Untuk mengurangi resiko tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah:
    • Kedisiplinan pemanfaatan jalur track (traficability) pada lahan dan bidang kerja TPA yang telah disiapkan, jalan operasional dan tanah penutup
    • Instruksi yang jelas dan training bagi operator untuk menggunakan dan memelihara alat- alat berat
    • Peningkatan management after -sales service system dengan alokasi dana yang memadai untuk melakukan pemeliharaan secara rutin dan periodik :
      • Penyediaan garasi/bengkel beratap dan peralatan yang diperlukan
      • Pembersihan dan pemeliharaan alat-alat berat harian
      • Servis alat-alat berat bulanan
      • Penyediaan minyak pelumas/oli
      • Pembelian dan pemasangan spare-part(alokasi budget tahunan)
      • Hubungan on-linedengan supplier/dealer alat-alat berat dan pelatihan diusahakan untuk operator/mechanic untuk pemahaman lebih lanjut mengenai spesifikasi teknis, penggunaan dan pelaksanaan perawatan kendaraan secara rutin dan berkala
      • Penyiapan record konsumsi bahan bakar, penggunaan minyak pelumas, dan data-data terkait dengan pemeliharaan rutin dan berkala.
Bulldozer (Crawler) (www.tacomaworld.com)
Fungsi : perataan, pengurugan, dan pemadatan
 
Wheel Loader (www.construction-machine.org/)
Fungsi : perataan dan pengurugan
 
Excavator (www.deere.com)
Fungsi : penggalian dan pengurugan

Landfill Compactor (www.korusmultipurpose.com)
Fungsi : pemadatan timbunan sampah pada lokasi datar

Power Shovel (Drag-Line) (explow.com)
Fungsi : penggalian, pengurugan dan pembuatan pipa gas vertikal

Scraper (planete-tp.com)
Fungsi : pengurugan tanah dan perataan


Sumber:
Enri Damanhuri
Diktat Landfilling Limbah – 2008

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Instalasi Pengolahan & Pemanfaatan Sampah Pasar Tradisional (Studi Kasus di Pasar Kranggan Yogyakarta)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Pengolahan limbah padat