SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN
1.
Limbah
Padat/sampah (Solid Waste)
Sampah adalah limbah atau
buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari
kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.
Sumber limbah padat (sampah) perkotaan berasal dari permukiman, pasar, kawasan
perkotaan dan perdagangan, kawasan perkantoran dan sarana umum, kawasan
industri, peternakan hewan, dan fasilitas umum lainnya.
Jenis limbah padat (sampah)
perkotaan terdiri atas 2 (dua) yakni sampah organik dan sampah anorganik.
Sampah organik adalah sampah yang mempunyai komposisi kimia mudah terurai oleh
bakteri (biodagradable) misalnya sisa
makanan, sayur-sayuran, daun-daunan, kayu dan lainnya. Sedangkan sampah
anorganik adalah sampah yang mempunyai komposisi kimia sulit untuk diuraikan
atau membutuhkan waktu yang lama (nonbiodegradable)
misalnya sampah plastik, kaleng, besi, kaca dan lainnya.
Khusus limbah dari industri,
di samping berasal dari buangan yang memang pada awalnya adalah berbentuk
padat, maka banyak pula yang berasal dari hasil pengelolaan limbah carinya.
Bila dalam limbah cair tersebut terkandung buangan berbahaya dan beracun (B3)
dan dalam proses unit pengelolaan limbah cair tersebut tidak terdapat usaha
untuk menjadikan komponen tersebut tidak berbahaya dan beracun (misalnya reduksi
atau netralisasi dan sebagainya), maka otomatis limbah cair yang harus dikelola
itu akan menjadi limbah B3. Limbah padat yang berbahaya (B3) dapat tercampur
dengan mudah ke dalam limbah yang kurang berbahaya (misalnya sampah kota)
seperti batere bekas (toksik), sisa amunisi (eksplosif), limbah dari rumah sakit (patogen) ataupun limbah yang bersifat korosif.
Oleh karena itu limbah padat
industri yang termasuk limbah B3 sesuai Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2001
tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun tidak termasuk dalam konteks
pengelolaan limbah padat perkotaan yang dikategorikan sebagai hasil dari suatu
aktifitas penduduk suatu kota.
Kebijakan yang diterapkan di
Indonesia dalam mengelola sampah kota secara formal adalah seperti yang
diarahkan oleh Departemen PU (Direktorat Jenderal Cipta Karya) yang sekarang
menjadi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (KIMPRASWIL) sebagai
departemen teknis yang membina pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya
dilihat sebagai komponen-komponen subsistem yang saling mendukung; satu dengan
yang lain saling berinteraksi untuk mencapai tujuan, yaitu kota yang bersih,
sehat dan teratur. Komponen itu adalah :
·
Sub sistem kelembagaan (sub sistem instansi)
·
Sub sistem teknik operasional (sub sistem
teknik)
·
Sub sistem pembiayaan (sub sistem finansial)
·
Subsistem hukum dan pengaturan (sub sistem
hukum)
·
Sub sistem peran serta masyarakat
Karena sistem pengelolaan
limbah padat perkotaan harus utuh dan tidak terpotong rantai ekosistemnya maka
diperlukan tindakan yang terkoordinatif, sinkronisasi dan simpifikasi. Sistem
pengelolaannya ditunjukkan dalam gambar berikut ini :
Gambar : Sistem Pengelolaan Limbah Padat Perkotaan (Sampah)
2.
Pokok-pokok
Permasalahan Pengelolaan Limbah Padat
Berdasarkan konsep manajemen
pengelolaan limbah padat (sampah) perkotaan di atas secara umum persoalan yang
muncul pada pengelolaan di daerah adalah :
- Aspek Kelembagaan: bentuk kelembagaan yang tidak sesuai dengan besarnya kewenangan yang harus dikerjakan, sumber daya manusia sebagai salah satu unsur pengelolaan kurang memadai dari jumlah maupun kualifikasinya.
- Aspek Teknis Operasional: keterbatasan sarana dan prasarana pengumpulan kontainer, pengangkutan (arm roll truck), pengolahan di tempat pembuangan akhir (buldozer, track dozer) serta terbatasnya lahan untuk tempat pembuangan akhir, serta penanganan akhir.
- Aspek Pembiayaan: tidak seimbangnya besarnya biaya operasional pemeliharaan (OP) dengan besarnya penerimaan retribusi sebagai konsekuensi logis pelayanan akibat mekanisme penarikan retribusi yang kurang memadai.
- Aspek Pengaturan: tidak dimilikinya kebijakan pengaturan pengelolaan di daerah yang mampu memberikan motivasi kesadaran peran serta masyarakat untuk ikut secara utuh dalam pengelolaan baik menyangkut pembiayaan dan teknis operasional.
- Aspek Peran Serta Masyarakat: kesadaran masyarakat untuk ikut serta secara utuh dalam pengelolaan kurang memadai di sisi lain sampah adalah merupakan akibat kegiatan dari masyarakat itu sendiri. (Robert J. Kodoatie, 2005 : 216)
Komentar
Posting Komentar